1. Reunite
I can find so many friends in the world but my true bestfriend is you.
Mungkin kebanyakan orang lebih menyukai musim semi dimana bunga-bunga bermekaran dan mataharinya yang cerah bersinar. Tapi aku lebih menyukai musim dingin, dimana salju yang lembut terhampar luas bagaikan padang putih yang dingin. Seperti hari ini salju turun di Paris, aku melihatnya dari balik jendela kamarku.
Saat ini aku merupakan seorang mahasiswi di sebuah
universitas di Paris. Ketika 3 tahun yang lalu ada yang menawariku
beasiswa untuk melanjutkan kuliah di jurusan sastra inggris tanpa pikir
panjang aku langsung menerimanya, aku ini memang
hanyalah seorang yatim piatu tapi dengan kerja keras dan tekad yang
kuat, aku dapat mendapat beasiswa ini, karena itu aku tidak ingin kerja
kerasku sia-sia, hidup sendiri di kota yang besar ini tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Aku selalu berpikir
seandainya dahulu orang tuaku tidak meninggalkan aku di panti asuhan,
akankah hidupku dapat lebih indah.
Dari
luar jendela, salju tampak indah. Sehingga aku tidak dapat menahan
diriku untuk tidak keluar dan menikmati salju yang pucat dan dingin
diantara jari-jari tanganku. Dengan
gembira aku melompat riang bagaikan seorang gadis kecil yang baru
pertama kali melihat salju. Tanpa sadar aku sudah berjalan terlalu jauh,
kini aku sudah sampai tepat di depan panti asuhanku dahulu. Tempat ini
terlihat bersinar dengan banyak hiasan natal yang
tergantung di depannya. Rumahku, sebelum aku memutuskan untuk keluar
dan menjalani hidup sendiri. Aku sudah menghabiskan masa kanak-kanak dan
remajaku disana. Ketika aku sedang asyik berkhayal, “Hai Maddy ! Long
time no see.”, tiba-tiba dari belakang terdengar suara yang sudah
tidak asing bagiku, di belakangku ternyata sudah berdiri seseorang
dengan rambut ikal sebahu. “Alicia..Kenapa kau bisa ada disini ?”.
“Sudahlah, ayo kita pergi ke
cafe di ujung jalan terlebih dahulu, disana aku akan menceritakan
kepadamu semuanya.”
Aku tidak
percaya aku dapat bertemu dengan Alice lagi, dia adalah sahabatku ketika
kami masih duduk di bangku sekolah menengah. Alice atau Allicia Van
Heuson merupakan seorang putri dari pengusaha kaya,
menurutku dia adalah gadis yang sangat beruntung selain memiliki orang
tua yang menyayanginya dia juga dianugerahi dengan kecantikan yang luar
biasa rambut ikalnya yang berwarna pirang keemasan, iris matanya yang
biru, dan kakinya yang jenjang. Membuatku terlihat
seperti itik buruk rupa jika berdiri di sebelahnya, tapi dia adalah
gadis terbaik yang pernah kukenal walau dengan semua kelebihannya dia
tetap saja tidak sombong, sayangnya kami harus berpisah sekitar 4 tahun
yang lalu, karena dia pergi ke Inggris untuk melanjutkan
kuliah di Oxford.
Kami
segera memasuki sebuah cafe yang menjual makanan khas prancis di ujung jalan. Allie memesan Croile Soup dan dua cangkir kopi panas untuk kami berdua.
“Maddy aku sangat merindukanmu, selama di Inggris aku selalu menunggu kesempatan untuk bertemu denganmu
lagi di Paris.”
“Aku juga
sangat merindukanmu. Jangan-jangan kau kemari hanya karena merindukanku, hahaha.”
“Kau ini masih saja senang bercanda seperti dulu, aku kemari sebenarnya untuk..”
“Apa maksudmu ?”
“Ya, aku kemari memang untuk bertemu denganmu. I miss you so much.”
“Yeah, me to !“
“Sudahlah, cukup dengan ceritaku. Sekarang ceritakan tentang dirimu.“
Malam itu kami saling
bercerita sambil mengenang masa lalu. Malam yang terasa sangat
menyenangkan dengan senda gurau yang terasa hangat meskipun di luar
sangat dingin. Bertemu kembali dengan Allie membuatku merasa nyaman dan
tidak sendirian lagi.
2. Someone from the Past
Meet you once again my love, make my heart bounce in beat.
Jam
sudah menunjukkan pukul sembilan, bagaimana ini aku sudah telat untuk
mengikuti kuliah pagi yang dimulai pukul delapan. Semua ini karena
kemarin aku bekerja hingga malam,
sehingga aku bangun kesiangan. Selain kuliah aku memang bekerja sebagai
anchor di sebuah radio
swasta untuk menambah uang sakuku, walau sebenarnya biaya hidupku sudah
termasuk dalam beasiswa yang kudapatkan.
Kenapa
disaat genting seperti ini jalanan kota
harus macet, waktuku sudah tersita hampir sepuluh menit, setelah
kemacetan kendaraan dapat terlerai. Aku segera mengendarai sepeda
motorku dengan kecepatan tinggi supaya lebih cepat sampai. Akhirnya
sampai juga, ayo cepat, cepat. Ketika aku sampai tepat di
depan ruang kelas, Krrriiiing bel berbunyi, aku sudah telat mengikuti
kuliah pagiku. Dengan badan lemas aku berjalan menuju ruang kelas
literatur Inggris yang seharusnya kuikuti setelah menyelesaikan kuliah
pagiku.
Aku
memilih untuk duduk di tempat yang berada agak di belakang. Karena,
aku masih merasakan kantuk yang sangat berat. Mungkin dengan duduk
disini aku dapat mencuri waktu untuk tidur sebentar, ketika aku mencoba
untuk tidur. “Hei, kau yang disana jangan tidur saja coba jawab soal ini
!“, aku langsung tersentak
mendengar suara dosenku yang marah karena aku tidur saat pelajarannya,
“Ayo jawab jangan diam saja, siapa pengarang dari sebuah novel romansa Gone With The Wind ?!“. “Mar...”, “Margaret
Mitchelle, Sir.“.
Seseorang telah mendahuluiku dalam menjawab pertanyaan itu, dia adalah
seorang laki-laki yang duduk sekitar dua tempat duduk di belakangku.
“Good job, Mr..?“
“Andrews, Sir.
Sean Andrews.“
Ketika kelas usai, aku segera menuju ke cafetaria disana
sudah menunggu Celine temanku dari jurusan hukum. Aku mengenalnya sejak
pertama kali kuliah disini, sebenarnya kami bertemu secara tidak
sengaja saat itu
aku kebingungan mencari kelasku dan Celine mengantarku
mencarinya, hingga kini kami menjadi teman yang akrab.
“Maddy, kau ingin makan apa hari ini.“
“Entahlah, aku sedang tidak bernafsu untuk makan apapun saat ini.“
“Ada apa, kau telat lagi ?“
“Bagaimana kau bisa tahu, dan sialnya lagi aku juga ketiduran di kelas. This is not my lucky day..”
“Kau ini ada-ada saja, baiklah aku akan memesan egg
sandwich dan milkshake untuk kita.“
“Ok, up to you..”
Selera makanku mulai bangkit melihat egg sandwich
yang menggiurkan di hadapanku,
semua rasa suntuk dan lemas hilang seketika. Ketika kami sedang asyik
makan, tiba-tiba dari belakangku muncul seseorang. “ May i sit in here,
miss”
Betapa
terkejutnya aku ketika menoleh, aku melihat seseorang yang sudah lama
kukenal, meski kini dia tampak lebih tinggi dan tegap tetapi
dengan rambut coklatnya yang lurus serta senyumannya yang sangat
kurindukan aku yakin dia adalah cinta pertamaku, kami saling mengenal
sejak masih di panti asuhan.
“Sean..!“ Tebakku. Celine segera mempersilakannya duduk di sebelahku.
“Jadi, Maddison siapa laki-laki tampan ini..?“
“Kenalkan aku Sean Andrews, aku dan Maddy sudah bersahabat sejak kami masih berusia 4 tahun.“
“Tunggu dulu, Andrews..?. Jadi, kau yang menjawab pertanyaan
yang seharusnya kujawab di kelas literatur Inggris.“
“Memangnya siapa lagi, hehe.“
Selama kami makan Sean dan Celine terus-menerus
menceritakan tentang kebiasaan-kebiasaan burukku, mereka memang sedikit
menyebalkan bukannya menghiburku atas kejadian buruk yang menimpaku
mereka malah menertawakanku. Lama-kelamaan aku tidak dapat marah
lagi kepada mereka. Akhirnya, aku ikut tertawa dengan mereka. Aku
sangat menghargai waktu-waktu seperti ini.
Hari
ini memanglah hari yang sangat tidak terduga diawali dengan aku telat
mengikuti kuliah pagiku, tertidur di kelas, dan yang terbaik dari semua
kejadian ini
adalah aku bertemu kembali dengan Sean sahabatku dari kecil. Pelajaran
hari ini telah selesai aku dan Celine berencana untuk ke toko buku, lalu kami akan membeli ice cream dan wafell dengan memikirkannya saja aku
sudah merasa gembira.
“Celine, ayo kita pergi !“
“Tidak hari ini kau akan pergi dengan Sean.“
“Apa maksudmu ?, lalu bagaimana dengan rencana kita ?“
“Sudah kau menurut saja apa yang kukatakan, kita dapat pergi
ke toko buku lain kali. Sekarang, kau tunggu saja disini, ok. Aku pulang duluan ya, semoga beruntung dengan kencan kalian !“
“Celine, tunggu aku tidak mengerti apa maksudmu ?“
“Kau tidak perlu mengerti, lebih baik ikuti saja kemana arus akan membawamu“
Disebelahku sudah berdiri Sean, ternyata dia dan Celine yang merencanakan semua ini.
“Nah, Maddy sekarang ayo kita pergi !“
“Tapi Sean..Bagaimana dengan motorku ?”
“Tenang saja aku sudah mengurusnya.“
Sean
segera meraih tanganku dan dia membawaku ke mobilnya, “Sekarang kau
ingin kemana Maddy ?“, “Menara Eiffel..”, aku bingung harus
menjawab apa, Menara Eiffel adalah tempat pertama yang terlintas di
benakku. “Your word is command for me, Mistress “ Sean segera memacu mobilnya ke arah menara Eiffel tempat favorit bagi pasangan kekasih
untuk memadu cinta mereka karena tempatnya yang sangat romantis dan indah. Tunggu dulu kenapa aku berpikir yang bukan-bukan, Me and Sean are only friend, right..?. Tapi, kenapa suasana saat ini sangat canggung,
bahkan ketika dia memegang tanganku aku merasakan suatu getaran merasuk dalam jiwaku. Am i still in love with him...?
3. The Tower of Love
The shock wave of love has brought me fall in your lap.
Dari
atas menara kami dapat melihat kota Paris secara keseluruhan. Kota yang
tampak indah dengan semua kesibukannya. Aku sangat bahagia dapat melihat
pemandangan menajubkan seperti ini terlebih lagi aku melihatnya bersama
Sean.
“Apa kau gembira Maddy ?”
“I..Iya, aku sangat gembira. Kau sendiri ?”
“Tentu saja, karena kini aku dapat berjumpa denganmu lagi. Tahukah kau Maddy, aku sangat merindukanmu..”
“Kalau begitu kemana saja kau selama ini, kau tidak pernah menemuiku sekalipun sejak kita berpisah 13 tahun yang lalu.”
“Maafkan aku, aku tidak menemuimu bukan karena aku tidak
ingin..Tapi, karena aku harus pergi ke Amerika. Orang tuaku pindah ke Amerika sehingga aku juga harus mengikuti mereka kesana.”
“Sudahlah, aku merasa jika sekarang itu tidak penting lagi, karena kini kau sudah berdiri di depanku.”
Ketika mata kami saling berpandangan satu sama lain, aku tidak
dapat menahan rasa rinduku yang selalu kupendam untuknya. Ketika
tangannya menggenggam tanganku. Aku memejamkan mataku menunggu saat dia
membuatku sekali lagi jatuh cinta.
“Hei, kenapa kau memejamkan matamu ?.” Kata-kata yang meluncur dari mulut Sean segera membuyarkan lamunanku.
“Apakah kau mengharapkanku untuk menciummu ?”
“A..Apa katamu, mana mungkin aku mengharapkan hal seperti
itu.”
“Hemm..Benarkah yang
kau katakan itu ?”
“Tentu
saja aku mengatakan yang sebenarnya.”
“Kenapa
aku tidak mempercayainya ya..”
“Kau
itu sangat menyebalkan, aku benci..benci. Lebih baik aku pulang saja.”
Aku merasa sangat malu di hadapan Sean, how can i hope that he would kiss me.
Karena terlalu malu, aku bahkan mengharapkan supaya
ada keajaiban yang membawaku pergi dari tempat ini sekarang juga.
Ketika aku berbalik dan berusaha untuk melarikan diri, seketika sebuah
tangan yang kuat mendekapku dari belakang.
“I didn’t ask you to go, bukankah kau sudah setuju
untuk pergi bergembira denganku hari ini. Mana bisa kau meninggalkanku seperti ini.”
“Aku tidak pernah setuju untuk pergi denganmu, kau dan Yvonne yang merencanakan semua ini tanpa izin dariku.”
“Okay, now where do you want to go ?”
“Now it’s your turn, i’ll follow
you.”
Hari ini dihabiskan untuk menggantikan waktu-waktu kebersamaan kami
yang hilang karena jarak yang memisahkan. Bersenda gurau,
mengingat-ingat kembali masa ketika kami masih di panti asuhan, dan
saling melepas rindu. Dapatkah aku mencoba untuk mencintainya
kembali ?
4. Misunderstanding
Sadness has came to me, tears has fallen from my eyes. Why you always make me sad
Setelah melewati hari
yang indah bersama Sean, aku langsung tertidur dengan nyenyak, but i always have Sean in my dreams, does it means something..?.
Keesokan paginya aku dibangunkan oleh suara dering handphoneku yang terus-menerus berbunyi. Who’s calling me in the early morning like this ?.
“Hello, who’s calling ?“
“Morning honey, it’s me Allie can you meet me now, i’ll wait you in the city park.”
“Tapi, Allie dapatkah aku tidur untuk beberapa jam lagi. I feel so tired.”
“No..no,
no. Ini sudah hampir jam tujuh pagi Maddy.”
“Okay, i’ll go there.”
Setelah mandi dan minum secangkir coklat panas, aku segera melangkahkan kakiku menuju ke taman kota. Aku harus memakai sweater
dan scarf yang sangat
tebal karena saat ini sudah memasuki akhir tahun, suhu terasa sangat
dingin dan salju turun dengan sangat lebat hingga menutupi jalanan di
depan flatku.
Untuk menuju ke taman kota
aku hanya perlu berjalan sekitar 5 menit, karena jaraknya yang cukup
dekat. Disana sudah terlihat Allicia yang melambaikan tangannya ke
arahku.
“Kenapa kau lama sekali Maddy, aku sudah menunggumu hampir 15 menit.”
“Kau tahu betapa sulitnya bagiku untuk bangun dari tempat tidur. Ada apa, kuharap hal yang akan kau sampaikan cukup
penting, karena kau sudah membuatku melewatkan waktu tidurku yang sangat berharga.”
“Haha..Sangat
berharga, seperti apa saja. Baiklah, langsung saja aku ingin
mengundangmu saat natal tahun ini aku akan mengadakan dinner party di restoran ayahku. Kau
pasti datang kan..?”
“Jadi,
hanya itu. Tentu saja aku akan datang.”
“Tapi,
bukan hanya itu aku juga akan mengajak dua orang temanku untuk ikut
bersama kita. Ingat ya kau harus datang saat malam natal kau harus sudah
siap ketika aku menjemputmu jam tujuh, Okay.”
“Okay my sweet best friend Allie, sekarang
kau harus bertanggung-jawab karena terburu-buru datang ke sini aku jadi belum sempat sarapan, perutku kelaparan.”
“Kau ingin makan apa ?, ayo sebutkan aku akan membeli semuanya untukmu.”
“You’re the best.”
Two days later...
Malam ini adalah malam natal, kupikir ini akan
menjadi natal terbaikku karena aku akan menghabiskannya dengan sahabat
terbaikku. Karena terlalu senang aku bahkan lupa jika aku tidak memiliki
gaun yang manis untuk datang ke pesta malam ini, yang ada di lemariku
hanyalah beberapa pakaian yang menurutku tidak
manis sama sekali untuk menghadiri pesta Allie.
“Hi Maddy, why you look so sad today ?”. Celine mengejutkanku dari belakang, sepertinya kelas yang diikutinya sudah selesai.
“Celine, dapatkah kau membantuku. Aku sudah putus asa..”
“Jika aku sanggup aku pasti akan membantumu.”
“Begini, aku akan pergi ke dinner party temanku. Masalahnya aku tidak memiliki gaun yang cocok untuk datang ke pesta itu.”
“Aku tahu, bagaimana jika sekarang kita pergi membeli gaun
yang cantik untukmu. Kuliahmu sudah selesai kan..?”
“Benar juga, kenapa aku tidak memikirkannya dari tadi.”
“Ayo berangkat !”
Setelah menghabiskan waktu hampir 2 jam
akhirnya kami menemukan gaun yang cocok untukku, gaun putih pendek yang
tampak manis dengan ruffle yang menghiasi
bagian bawahnya membuatku tampak seperti putri salju yang mungil. “Celine, lihatlah aku sangat suka dengan gaun ini. Thank you, you want to help me. You’re my best friend..” . “Anytime for you Maddy.” Kami segera pulang ke rumah
karena sekarang sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku dan Celine
berpisah, sayang dia tidak dapat ikut ke dinner party malam ini, dia
harus pergi ke tempat neneknya untuk merayakan natal bersama.
Sekitar pukul setengah tujuh aku sudah
selesai bersiap, kini aku mengenakan gaun putih yang kubeli tadi,
rambutku yang panjang dan berwarna coklat tua, ku biarkan tergerai.
Terkadang aku berharap
rambutku berwarna pirang seperti Allie, tapi setelah membayangkannya
aku tertawa sendiri karena rambut pirang sangat tidak cocok denganku.
Saat jam menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit terdengar suara
bel pintu flatku, itu pasti Allie. Cepat sekali
dia datang, aku segera membukakan pintu, tapi yang kudapati bukanlah
Allie tapi Sean dengan setelan jas biru tua yang membuatnya semakin
tampan.
“Sean, apa yang kau lakukan disini ?”
“You look so beatifull Maddy..This roses is for you” Sean memberiku satu karangan bunga mawar yang sangat indah.
“Emm, thank’s. Tapi kau belum menjawab pertanyaanku.”
“Aku
kemari untuk menjemputmu, bukankah kau berpakaian seperti
ini untuk pergi ke pesta Allicia.” Tanpa berkata apapun lagi Sean
segera meraih tanganku kemudian membukakan pintu mobilnya untukku.”
“Jadi, kau mengenal Allie ?”
“Ya, aku mengenalnya ketika di Amerika, ayah Allie adalah teman ayahku sehingga kami sering bertemu dan akhirnya menjadi teman.”
“Seperti itu rupanya jadi, dua orang teman yang dikatakan
oleh Allie salah satunya adalah kau.”
“Tepat
sekali, lihat kita sudah sampai ayo lepaskan sabuk pengamanmu.”
Sean menggandeng tanganku ketika kami
memasuki restoran tempat pesta berlangsung, saat ini kami seperti
sepasang kekasih yang sangat romantis. Saat kami sampai di dalam sudah
terlihat Allie dan
seorang laki-laki duduk di sampingnya.
“Akhirnya
kalian datang juga. Kenalkan ini Daryl.”
“Hi Maddison nice to meet you.”
“Hello Daryl.”
“Jika yang satu ini kau pasti sudah kenal kan, kata Sean kalian sudah saling mengenal sejak kecil.”
“Ya, sejak kami berusia 4 tahun.”
“Sudahlah ayo kita mulai saja makannya.”
“Daryl, yang kau pikirkan itu hanya makan saja. Baiklah aku akan meminta pelayan untuk mengambil pesanan kita.”
Setelah makanan dihidangkan di depan kami, kami
segera menyantapnya sambil sesekali bercerita tentang diri
masing-masing dan tertawa bersama seperti empat orang anak kecil yang
bahagia karena natal telah tiba. Setelah kami selesai makan, tiba
saatnya dansa bersama lagu-lagu syahdu yang romantis melantun
dari para penyanyi, gesekan biola dan suara tuts-tuts piano mengalir
lancar dari tangan-tangan pemusik yang lihai. Aku sangat berharap Sean
mengajakku untuk berdansa bersama. Saat ini dia masih sibuk minum
champagne dengan Allie, kenapa dia tidak juga mengajakku..
“Maddy,
kenapa kau duduk saja disini dengan gaun seperti
itu seharusnya kau berdansa. Bangunlah” Daryl meraihku dalam pelukannya
dan kami berdua berdansa dalam alunan lagu-lagu jazz yang mengajakku
untuk semakin menikmati tarian kami.
“Daryl, ternyata kau sangat mahir berdansa.”
“Thank’s for your compliment, My lady.”
Ketika
kami sedang menikmati dansa kami, betapa
terkejutnya aku melihat Sean lebih memilih berdansa dengan Allie
ketimbang denganku. Hatiku terasa perih melihat hal itu bahkan aku tidak
dapat fokus dengan dansaku bersama Daryl. Tanpa sadar air mata keluar
dan membasahi pipiku, aku seperti terjatuh dari
tempat yang sangat tinggi dan tidak ada seorang pun yang menolongku.
Ternyata Daryl menyadari keadaanku saat ini.
“Apa kau baik-baik saja Maddy ?” Daryl menyeka air mata yang membasahi pipiku.
“Bisakah kau membawaku keluar dari tempat ini, kumohon..”
“Baiklah, ayo aku akan mengantarmu pulang.”
Malam ini tidaklah seperti yang kuharapkan. Kupikir natal ini akan
menjadi natal terindah dalam hidupku ternyata yang terjadi justru
kebalikannya natal malam ini adalah natal terburuk dalam hidupku. Semua
ini karena Sean dia telah membuatku merasa jatuh cinta kembali padanya,
bahkan dia juga menunjukkan sikap bahwa dia juga
menyukaiku kemudian tiba-tiba dia membuatku terjatuh dan menyadari kita
tidak mungkin dapat bersama kembali. Kenapa dia harus mempermainkan
perasaanku ?. Sean yang sekarang sangatlah berbeda dari Sean yang dulu,
ketika dia menjadi cinta pertama dalam hidupku.
Daryl mengantarku hingga
ke depan flat milikku, aku sangat bersyukur saat ini ada Daryl di
sisiku setidaknya ada seseorang yang dapat menolongku keluar dari
situasi tadi.
“Thank’s for your help, Daryl.”
“Apa kau yakin sudah baik-baik saja ?”
“Kau tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja.”
“Baiklah kalau begitu aku pulang dulu, see you next time.”
“Bye, be carefull okay.”
“Don’t worry.”
Setelah Daryl pergi aku mencoba untuk menenangkan diriku, tetapi
semakin kucoba aku semakin sedih memikirkan hal tadi. Sepanjang
malam aku tidak dapat berhenti mengeluarkan air mata, bagaimanapun juga
aku harus melupakan semua ini. Don’t cry Maddy, you must forget anything about him..
5. Jealousy
Words can't describe how much i love you so. That of which you'll probably never know.
Ayo tekan belnya Sean, kau pasti bisa. Ya Tuhan, kenapa
aku begitu gugup setiap ingin bertemu dengannya. Aku harus bisa
menghadapinya, kriinngg bunyi bel menggema di flat milik Maddison.
“Sean, apa yang kau lakukan disini ?”
“You
look so beatifull Maddy..This roses is for you” (Kenapa aku mengatakan
hal bodoh seperti ini, aku telah membuat suasana ini semakin canggung)
“Emm, thank’s. Tapi kau belum menjawab pertanyaanku.”
(Sekarang apa yang harus kukatakan, kenapa aku jadi salah tingkah)
“Aku kemari untuk menjemputmu, bukankah kau berpakaian seperti
ini untuk pergi ke pesta Allicia.”
Aku tidak dapat meneruskan percakapan ini lebih jauh lagi, bisa-bisa
aku mengutarakan perasaanku sekarang juga padanya. Aku segera meraih
tangannya dan kami berdua berjalan menuju mobilku. Setelah kubukakan
pintu mobil untuknya kenapa dia terlihat kebingungan,
kenapa suasana ini semakin canggung saja.
Setelah kami berdua berada di dalam mobil dia hanya bercerita tentang
Allie terus-menerus, sebenarnya agak membosankan mendengarnya, tapi aku
juga bingung harus mulai darimana untuk berbicara dengannya. Seharusnya
aku tidak setuju dengan usul Allie dia yang
menyuruhku menjemput Maddison di flatnya, padahal dia kan tahu jika aku
sudah mencintai Maddison sejak usia kami 6 tahun. Kupikir
setelah 15 tahun cintaku padanya dapat hilang dengan mudah hingga
akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke Paris untuk membuktikan hal
itu. Akan tetapi setelah bertemu dengannya di kampus saat itu aku
tidak dapat menghapuskannya dari ingatanku hingga sekarang.
“Ayo lepaskan sabuk pengamanmu kita sudah sampai.”
“Baiklah..”
“Kemarikan tanganmu, aku akan menggandengnya.” Betapa bahagianya aku dia menerima
uluran tanganku untuk menggandengnya.
Di restoran Allie dan Daryl sudah menunggu, kami
pun segera menyantap hidangan yang sudah dipesankan Allie. Selama acara
makan malam berlangsung sebenarnya aku hanya memperhatikan Maddy yang
duduk di sampingku dia selalu terlihat cantik
dengan rambut coklatnya yang indah dengan sepasang mata hijau yang
terlihat cerdas tapi terkadang menunjukkan sifatnya yang manja dan
polos. Ketika acara makan malam selesai aku memilih untuk menjernihkan
pikiranku dengan segelas champagne dari kejauhan aku melihat Maddy yang manis dengan gaun putihnya sedang duduk sendiri.
Sebenarnya
aku ingin sekali kesana dan mengajaknya berdansa tetapi bagaimana jika
dia menolakku, kemudian dia tidak ingin menemuiku lagi.
“Kenapa kau tidak mengajaknya berdansa ?”
“Allie kau disini, champagne..?”
“Sudahlah Sean, kenapa kau terus menyembunyikan perasaanmu
dari Maddy.”
“Bukan begitu,
aku pasti akan mengatakan padanya suatu saat nanti, tapi bukanlah saat ini.”
Ketika kami sedang asyik berbicara, tiba-tiba Daryl datang dan mengajak
Maddy berdansa. Betapa panasnya diriku terbakar api cemburu, seharusnya
yang berdansa dengannya adalah
aku bukannya Daryl. Pikiranku terasa buntu aku sudah meneguk tiga gelas
champagne karena hampir
saja aku tidak dapat menahan diri untuk tidak memukul Daryl saat ini
juga dan kemudian menyatakan cintaku kepada Maddison
secara lantang di depan orang banyak. Tetapi jika aku melakukan hal itu
dia pasti akan marah kepadaku seumur hidupnya. Aku bingung apa yang
harus kulakukan..
“Bukankah kau cemburu, Sean ?”
“Mereka
berdansa bukanlah urusanku, lagipula aku dan Maddy tidak memiliki
hubungan spesial. Bagaimana kalau kau berdansa denganku, will you..?”
“Okay, i will.”
Aku sengaja berdansa dengan Allie untuk membuat Maddy cemburu padaku
walau cara yang kulakukan sangatlah bodoh aku tetap
melakukannya karena aku tidak tahu harus memikirkan cara apa lagi.
Ketika Maddy melihat ke arahku aku berpura-pura tidak memperhatikannya
dan memngarahkan pandanganku kepada Allie, sebenarnya saat berdansa
mataku hanya tertuju pada Maddy tapi, di tengah jalan
tiba-tiba aku melihat Daryl dan Maddy saling bertatapan bahkan Daryl
mengelus pipinya dan mereka kemudian meninggalkan kami berdua. Aku ingin
sekali mengejar mereka tapi bagaimana dengan Allie.
“Kejarlah mereka Sean, aku tidak apa-apa.” Seakan-akan dapat membaca pikiranku.
“Apa maksudmu.”
“Aku
tahu jika sedari tadi yang kau perhatikan
hanyalah Maddy, aku juga tahu kalau kau mengajakku berdansa hanya untuk
membuatnya cemburu. Sekarang kejarlah dia, dan nyatakan perasaanmu
padanya.”
“Baiklah, aku akan mengejarnya.”
Tanpa pikir panjang lagi aku segera berlari
mengejar mereka, aku mengambil mobilku dan mengikuti mereka dari
belakang. Lama-kelamaan aku menjadi tahu arah tujuan mereka menuju flat
Maddy, tapi kenapa Daryl mengantar Maddy pulang bahkan mereka tidak
berpamitan dahulu kepadaku dan Allie. Saat sudah sampai
aku melihat mereka sedang berbicara dari kejauhan, sehingga tidak
terlalu jelas apa yang sedang dibicarakan. Setelah Daryl pergi aku
mencoba untuk mendekat tapi kenapa wajah Maddison terlihat sangat sedih
apakah dia sakit, kemudian Maddy masuk ke dalam flatnya
Ketika sudah tidak ada orang di luar aku ke depan pintu flat milik
Maddy, aku mencoba untuk menekan belnya. Tetapi aku terlalu takut untuk
bertemu dengannya, sehingga aku menuliskan surat untuknya yang
kuselipkan di bawah pintu.
Kenapa aku ini, kenapa aku tidak dapat mengungkapkan perasaanku padanya, kenapa aku tidak dapat berani di hadapannya. Maddy i really want to say that i love you since we’re six. I want to be your last, present,
and future, but why that words are very difficult to say...
6. Love
Letter
every time I try to run away you always managed to get me back
Aku terbangun dan mendapati diriku tertidur di sofa ruang
tamu, tapi setelah apa yang Sean lakukan padaku kenapa aku masih saja memimpikannya.
Sudahlah, aku harus segera pergi bekerja sekarang. Aku bekerja tiga hari dalam
seminggu, jadwalku memang cukup longgar karena aku bukanlah pekerja tetap, tapi
aku harus bekerja sekitar 7 sampai 8 jam sehari.
Setelah sarapan
aku mengambil tasku dan segera berangkat, tapi apa ini, sebuah surat ? Siapa
yang menaruhnya di bawah pintu flatku ?. Aku sangat penasaran dengan isi surat
itu, tapi aku harus segera berangkat jadi langsung saja kumasukkan surat itu ke
tasku.
“Baiklah para pendengar setia, sayang sekali waktu kita
sudah selesai untuk hari ini, tapi tenang saja kami akan memberikan lebih
banyak info tentang lagu-lagu hits dan terpopuler hanya di Melody for France setiap
hari pukul 07.30-14.30 setelah ini kalian dapat mendengarkan lagu-lagu pilihan
kami untuk kalian. Okay see you next
time, bye-bye.”
“Bravo Maddy, bravo. Kau baru saja bergabung dengan radio
ini, tapi kau sudah menunjukkan performa yang bagus, keep up the good work !”
“Thank’s everyone.
You’re so kind to me.”
“Maddy, kau ingin ikut dengan kami ?Ayo, ikutlah kita
akan berkaraoke hingga malam.”
“Sorry guys,
jam tiga nanti aku harus bertemu dengan temanku.”
“Okay, see you
Wednesday.”
Sebenarnya aku tidak akan bertemu dengan siapapun nanti, itu hanya alasanku
untuk tidak ikut pergi dengan mereka. Hari ini aku hanya ingin sendiri.
Sesampainya di flat aku kembali teringat
dengan surat yang kutemukan tadi pagi. Rasa penasaranku kembali tergelitik, kurasa
aku harus membacanya. Surat itu hanya ditulis di sebuah kertas buku yang di
sobek dan kemudian di lipat menjadi dua. Setelah duduk dengan nyaman aku segera
membaca surat itu.
Maddy,
maaf kemarin aku mengikuti kau dan Daryl hingga ke flatmu. Aku hanya tidak
percaya saja kalian meninggalkan aku dan Allie tanpa berpamitan terlebih dahulu,
tahukah kau aku sangat khawatir padamu apa kau sakit ?. Bisakah kita bertemu
hari Minggu besok ?, datanglah jam delapan pagi di Starbuck Coffee, i’ll wait for
you.
Sean
Benarkah
Sean yang menulis surat ini, untuk beberapa saat aku terdiam karena tiba-tiba
aku seperti merasakan brain freeze untuk sesaat, tetapi sejurus kemudian
betapa terkejutnya aku bukankah Sean menungguku sejak pukul delapan pagi tadi
dan sekarang sudah hampir pukul tiga sore. Aku segera mengenakan kembali jacket
yang kupakai tadi dan dengan langkah cepat aku segera menuju Starbuck Coffee.
Ketika
tinggal setengah jalan lagi ke tempat yang kutuju muncul rasa takut dan tidak
percaya diri dalam hatiku. Jika aku kesana pasti aku akan bertemu Sean, lebih
baik aku tidak perlu kesana. Tapi jika aku tidak kesana bagaimana dengan Sean
dia sudah menungguku sekitar tujuh jam. Sudahlah untuk apa aku memikirkannya
dia saja tidak mempedulikan aku. Tanpa terasa kaki ini telah membawaku ke depan
Starbuck Coffee, sepertinya aku harus
bisa menghadapinya sekarang.
Ketika
aku masuk ke dalam aku tidak dapat melihat Sean dimanapun, apakah dia sudah
pergi. Aku keluar dari sana dengan perasaan lega untung saja aku tidak jadi
bertemu dengannya tapi kenapa juga ada sedikit perasaan kecewa dan kesal karena
mengetahui jika Sean tidak menungguku dan langsung pergi.
“Dasar pembohong, di surat kau menulis jika kau akan
menungguku. Seharusnya aku tidak perlu mempedulikan surat itu.”
“Maddy, kau datang...”
Belum sempat aku membuang surat itu Sean sudah berdiri di
sampingku.
“Aku sudah
menunggumu sedari tadi, hampir saja aku berpikir jika kau tidak akan datang.”
“Sean...?”
7. Back to Paris
Should you along with her ?
“Jadi kau masih menungguku, kupikir kau..”
“Aren’t i’ve told
you that i’ll wait you, Right. Then why you feel so worry if i do not come ?”
“Me..Worry about
you ? Lagipula aku juga tidak begitu mengharapkan untuk bertemu denganmu,
aku baru saja ingin pulang.”
“Tunggu kau jangan pergi dulu, sorry i’m just kidding. Ayo kita masuk dan minum kopi sebentar.”
Sean
mengajakku kembali ke dalam. Sebenarnya aku ingin segera pulang setelah
mendengar suaranya tadi, tapi kenapa aku tidak dapat menolak ajakannya.
“Kau ingin minum apa Maddy ?”
“Apa saja..”
“Baiklah, kami memesan dua American Latte dan macaroon.”
Saat ini aku perlu menjaga jarak dari Sean, sehingga
suasana di antara kami sedikit asing seperti dua orang yang tidak saling
mengenal.
“Kenapa kalian meninggalkan pesta kemarin ?”
“Kalian..?”
“Maksudku kau dan Daryl, apakah kau baik-baik saja ?”
“Aku baik-baik saja, hanya sedikit tidak enak badan
kemarin.”
“Kenapa kau tidak minta diantar olehku saja ?”
“Karena aku tidak ingin mengganggumu dengan Allie.”
“Satu-satunya hal yang menggangguku adalah kepergianmu
dari pesta secara tiba-tiba.”
“Jika kau mengajakku kemari hanya untuk mempermasalahkan
kejadian kemarin, lebih baik aku pergi saja.”
Setelah mengambil tasku aku segera beranjak
dari tempat duduk. Tapi, kenapa Sean tidak mencegahku untuk pergi bahkan dia
hanya diam saja dan mengamati kepergianku. Apa dia memang tidak terlalu peduli
denganku, kenapa disaat aku mulai membuka hatiku untuknya dia malah melakukan
semua ini padaku.
Three days later...
Cutiku sudah
habis, aku memang pergi selama tiga hari ke Roma untuk keluar dari semua
permasalahan tentang Sean. Kuakui jika aku memanglah pengecut tapi aku tidak
dapat dan tidak ingin bertemu dengannya. Tapi, sepertinya aku harus menghadapinya
cepat atau lambat.
Pesawatku
mendarat di Charles De Gaule
International Airport sekitar pukul delapan pagi. Aku sangat menikmati waktu
berliburku di Roma, sebuah kota kecil yang indah tapi sekarang saatnya kembali
ke rutinitas yang biasa kujalani di Paris.
Belum ada
sepuluh menit aku menginjakkan kakiku di Paris aku sudah melihat Sean berdiri
sekitar dua meter di depanku, dia seakan-akan sudah menungguku sejak aku pergi
tiga hari yang lalu.
“Sean..Apa yang kau lakukan disini ?”
“Buon giorno, My
lady. May i help you about your luggage ?” Sean segera mengambil kopor dari tanganku
dan berjalan mendahului.
“Tunggu ! Aku bisa pulang naik taksi, kau tidak perlu
mengantarku.”
“Tidak kali ini aku yang akan mengantarmu pulang.”
Mau tidak
mau aku menyetujui tawaran Sean untuk mengantarku pulang. Di dalam mobil aku
diam seribu bahasa aku berusaha untuk membangun sebuah tembok besar diantara
diriku dan Sean. Dia juga tidak berusaha untuk memulai pembicaraan diantara
kami, perjalanan menuju flatku yang hanya sekitar 15 menit dari bandara terasa
satu jam karena ketenangan ini. Aku hanya mengucapkan satu kalimat itupun
karena Sean salah mengambil jalan.
“Kau salah arah..”
“Tidak, kita sedang menuju apartemenku sekarang.”
“Seharusnya aku tidak percaya jika kau akan mengantarku
pulang.”
“Tenang saja aku akan mengantarmu setelah kita makan
siang di apartemenku.”
Finally we arrive there, Sean membukakan pintu mobil untukku dan kami pun menuju
apartemennya. Untuk mencapai apartemen Sean kami harus naik lift ke lantai delapan.
Kenapa dia memilih apartemen di tempat yang sangat tinggi aku sedikit ngeri
membayangkan jika tiba-tiba ada gempa bumi atau kebakaran disini.
Tanpa
sadar kami sudah sampai di depan pintu apartemen Sean. Apa yang ada didalamnya
membuatku sangat kagum, dimana-mana terlihat benda-benda bercita rasa tinggi
yang tersusun secara rapi dan menunjukkan kesan maskulin seorang pria.
“What do you think
?”
“Elegant but trendy.”
“Sekarang maukah kau membantuku memasak makanan untuk
kita.”
“Baiklah, tapi kenapa kita tidak makan siang di luar
saja, bukankah banyak restoran yang kita lewati tadi ?”
“Karena aku ingin mengajakmu ke apartemenku.”
“Jadi, makan siang hanya alasanmu saja.”
“Akhirnya kau tahu juga, hehe.”
Entah
mengapa aku perlahan dapat melupakan permasalahan yang ada diantara kami.
Selama dua puluh menit kami berhasil membuat semangkuk spaghetti bolognaise walau sedikit berantakan.
“Akhirnya jadi juga, what
do you think Maddy ?”
“I think it’s very
funny.”
“Sudahlah kau jangan menertawaiku lagi. Sekarang ayo kita
makan,
may i ?” Sean menarik kursi untukku dan mempersilakanku duduk.
“Thank you.”
Kami
lebih banyak bercerita daripada memakan spaghetti
Buatan kami tadi. Pada awalnya aku merasa takut bertemu
dengan Sean tapi kini perasaan itu hilang dan berganti menjadi perasaan aneh
yang terus menumpuk dan mendesak keluar dari hatiku. I think i’ve falling in love with him.
“Sean...Aku”
Tiba-tiba ponsel milik Sean bergetar
“Tunggu sebentar.
Halo, Allie ada apa ?...Tapi, aku. Okay
wait a second.”
“Apa itu Allie ?”
“Ya, apa yang ingin kau katakan tadi.”
“Aku ingin mengatakan jika lebih baik aku pulang
sekarang.”
“Sekarang ? Kenapa terburu-buru.”
“Kupikir ini sudah terlalu sore, dan lagipula bukuankah
kau ada janji dengan Allie.”
“Tidak kau tidak boleh pergi begitu saja seperti tiga
hari yang lalu. Sekarang kau akan menyelesaikan makananmu kemudian setelah itu
aku akan mengantarmu pulang.”
“Tapi kau tidak boleh membuat Allie menunggumu, kan..?”
“Kalau begitu sekarang kau ikut aku bertemu dengan
Allie.”
Kurang
dari sepuluh saja menit aku sudah duduk kembali di kursi depan mobil Sean, kenapa
dia harus mengajakku bertemu dengan Allie. Aku tidak dapat membayangkan bagaiamana
perasaanku setelah nanti melihat mereka berdua sebagai pasangan sedangkan aku
hanya berperan sebagai teman yang mendampingi mereka.
Hampir
saja aku menyatakan cintaku pada Sean, untung saja kata-kata bodoh itu tidak
jadi keluar dari mulutku. Bayangkan jika aku menyatakan cintaku pada Sean
padahal dia hanya menyukai Allie, mungkin aku tidak akan berani menunjukkan
mukaku lagi di depan mereka.
To be continued..