Rabu, 01 Januari 2014

Histoire De'Amour #2



8. Allie’s Plan 
If you asked me how many times you’ve crossed my mine.
I’d say once because you never really left

          Setelah melakukan perjalanan sekitar dua puluh menit akhirnya kami sampai juga di depan sebuah rumah mungil yang terdapat di tepi sebuah danau.
“Apa ini rumah Allie ?”
“Ya, selama di Paris dia tinggal di rumah ini”
          Kami berjalan menuju halaman belakang rumah, disana sudah terlihat Allie sedang duduk menunggu. Setelah melihat kami berdua Allie langsung bangkit dan menyambut kedatangan kami, tapi kenapa setelah melihatku ekspresi wajahnya tampak aneh, seharusnya aku tidak perlu kesini.
“Sean akhirnya kau datang, dan Maddy kau juga disini.” 
“Ya, kebetulan tadi aku sedang berada di rumah Sean dan dia mengajakku kesini.”
“Ada apa kau memintaku datang kesini ?”
“Jadi Sean besok aku ingin melakukan kegiatan camping di Mont Blanc. Tadinya hal ini akan menjadi pesta kejutan untuk menyambutmu Maddy, tapi sekarang kau sudah tahu. Bagaimana menurut kalian ?” Sebenarnya aku tahu jika Allie mengatakan hal itu hanya untuk berbasa-basi denganku
“Benar juga ! itu ide yang bagus. Kalau Maddy ikut aku juga ikut.”
“Jadi bagaimana Maddy kau setuju ?”
Okay up to you, Guys.”
“Kalau begitu aku juga akan menelpon Daryl untuk mengajaknya ikut dengan kita.”
“Daryl...Haruskah dia juga ikut ?”
Of course Sean, bukankah akan lebih seru jika berempat.”
Hello Daryl..It’s me.” Allie menelpon Daryl dan beranjak pergi meninggalkan aku dan Sean.
          Untuk beberapa saat aku hanya dapat berdiam diri dan mengarahkan pandanganku ke arah danau yang tampak jelas terlihat dari tempat duduk kami. Entah mengapa aku merasa jika mata Sean saat ini sedang tertuju ke arahku tapi aku tidak berani untuk memastikan hal itu, kenapa Allie tidak kembali-kembali membuatku semakin pusing dengan apa yang ada di pikiranku.
“Kenapa kau selalu terlihat cantik di mataku ?” Sean memecahkan lamunanku dengan pertanyaannya yang langsung membuat pipiku bersemu merah
“A..Apa maksudmu ?”
Nothing..” Jawab Sean sambil tertawa geli
Dari dalam rumah Allie menuju ke arah kami berdua sambil membawakan lemonade  yang segar
“Maaf membuat kalian menunggu lama..”
“Apa menelpon Daryl memerlukan waktu lebih dari 10 menit ?”
“Ayolah, Maddy. Aku kan juga harus membuat lemonade  untuk kalian.”
“Jadi bagaimana apa Daryl setuju ?”
“Tentu saja, mana mungkin dia menolak.”
“Baguslah..”
“Kenapa kau bilang baguslah, apa kau sangat mengharapkan kehadiran Daryl ?” Sean mengomentari jawabanku dengan nada sinis
Maybe yes..Maybe no. Itu juga bukan urusanmu.”
“Sudahlah teman-teman, ayo minum lemonade  buatanku dijamin enak !”
“Kalau kau yang membuat kenapa aku agak ragu ya, Allie ?”
“Kau benar-benar menjamin jika lemonade ini enak kan.”
“Huh..Kalian ini bisa saja.”
Kami bertiga bercerita dan bersenda gurau hingga lupa waktu, jam sudah menunjukkan pukul lima sore
“Wah sudah sore, aku pulang dulu ya Allie.”
“Kau tidak mau makan malam dulu disini ?”
“Tidak perlu repot-repot, mungkin lain kali saja makan malamnya.”
“Kalau begitu kau akan kuantar, Allie kami pulang dulu ya.”
“Baiklah, hati-hati di jalan.”
          Ternyata Sean malah ikut pulang denganku, sebenarnya aku merasa tidak enak dengan Allie tapi Sean langsung keluar mendahuluiku dan mau tidak mau aku mengikutinya dari belakang.
“Kenapa kau juga ikut-ikutan pulang, bagaimana dengan Allie ?” Tanyaku setelah kami berdua sudah menaiki mobil
“Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendiri.”
“Jadi, jika aku setuju untuk makan malam apa kau juga akan ikut ?”
Maybe yes...Maybe no. Apa aku harus memberitahumu ?”
“Jadi, kau membalasku sekarang ?!”
Maybe yes...Maybe no.”
“Kau ini...Huh menyebalkan.”
Hahaha sorry i’m just kidding, why your face look so cute when angry.”
          Cute...Kenapa setelah mendengar kata itu keluar dari mulut Sean aku merasa gembira bahkan wajahku ikut bersemu merah. Semoga Sean tidak menyadari hal itu, kalau dia tahu...
“Maddy apa kau baik-baik saja, apa aku salah bicara ya.”
“Oh, maaf aku sedang melamun tadi.”
“Kau memikirkanku ya ?”
“Mana mungkin, lebih baik mikirin apa yang akan kubawa besok untuk camping.”
“Iya..iya, setidaknya aku boleh sedikit berharap kan ?”
          Belum sempat aku menanyakan tentang apa yang barusan dikatakan Sean kami sudah sampai di depan flatku, setelah mengucapkan selamat tinggal Sean pun pergi. Aku menunggu mobilnya hingga menghilang di tikungan jalan baru aku masuk ke dalam.
          Tapi, apa maksud Sean tadi ? Dia bilang kalau dia boleh berharap jika aku memikirkannya. Apa dia juga menyukaiku ? Tapi jika dia menyukaiku kenapa dia terlihat sangat dekat dengan Allie. Sudahlah, lebih baik aku tidur daripada memikirkan hal yang membingungkan ini, belum ada sepuluh menit di atas kasur aku sudah melayang entah kemana.


9. The Expression of Love


You can make me do anything for you except one thing. You can’t make me stop to loving you
          Pagi ini terasa dingin sekali aku menarik selimutku hingga menutupi dagu, jam baru menunjukkan pukul enam pagi masih ada sekitar dua sampai tiga jam sebelum keberangkatan kami berempat ke Mont Blanc. Kurasa saat ini aku masih ingin bermalas-malasan. Belum ada lima menit mataku kembali terpejam
         Kringg...kriingg, suara apa itu pertamanya aku tidak begitu mempedulikannya tapi kemudian..Kriinngg..krriinngg huh menggangu sekali sih. Tanganku berusaha mencari benda sialan itu, ternyata yang berbunyi adalah handphoneku tapi siapa yang menelpon.
Hello, who’s there ?”
“Akhirnya kau angkat juga, it’s me Sean.”
“Sean..? Bagaimana kau tahu nomorku ?”
“Sudahlah, sekarang bisakah kau bukakan pintumu terlebih dahulu.”
Okay wait a second.”
          Aku segera turun dari kasur dan berjalan menuju pintu flatku setelah kubuka..Ups ternyata Sean sudah ada disana dan dia terlihat marah juga sebal.
“Ehm..Hai Sean, apa kau sudah lama menunggu di luar ?”
“Menurutmu..?”
“Lebih baik kau masuklah dulu.” Aku segera mempersilakannya masuk. Oh my Gosh..Kenapa dia harus datang sekarang sih
“Apa saja yang kau lakukan tadi ? Aku sudah menekan bel, mengetuk pintu, bahkan berulang kali menelponmu tapi tidak ada respon juga.”
“Maaf aku masih tidur tadi, lalu telpon darimu membangunkanku tahukah kau betapa sulitnya bangun dari tempat tidur bahkan aku belum sempat...”
          Aku tiba-tiba tersadar dengan penampilanku sekarang, dengan rambut dan wajah yang tidak karuan bentuknya, bahkan aku masih mengenakan baju tidurku. Betapa malunya..
“Sean tunggu sebentar ya...Ehm aku akan mandi sebentar.”
          Sebelum Sean menjawabnya aku segera berlari menuju kamar mandi. Tanpa berlama-lama aku segera mandi dan berganti pakaian, kemudian memberikan sedikit sentuhan manis kepada rambut coklatku yang sengaja kugerai. Tapi pada akhirnya aku juga memerlukan waktu dua puluh menit untuk keluar dari kamar mandi. Aku menarik nafas panjang sebelum menjumpai Sean, apa dia akan menganggapku cantik.
“Sean..Maaf membuatmu menunggu lama.” Sekarang aku menyesal telah memilih memakai sweater dengan jeans, seharusnya tadi aku memilih skirt yang pasti dapat membuatku tampak lebih manis.
“Tidak apa-apa...Sampai mana kita tadi ? O iya tentang kau yang masih tertidur, apa kau lupa jika kita akan pergi hari ini ?”
“Bukan begitu, aku masih ingat tentang rencana kita. Tapi kupikir waktu keberangkatan kita masih lama lihat saja sekarang masih pukul setengah Sembilan bukankah kita berangkat pukul sepuluh ?”
“Tapi kan...”
“Tunggu dulu kau juga dapat nomorku darimana ? Terus kenapa kau ke flatku pagi-pagi sekali ?”
“A..Aku dapat nomormu dari Celine, dan awalnya tadi pagi aku ingin mengajakmu sarapan dulu sebelum berangkat. Tapi kau malah masih tidur.”
“Itu kan salahmu sendiri, kenapa kau datang terlalu pagi.”
“Kenapa jadi aku yang salah ? Huh sudahlah sebaiknya sekarang kita segera berangkat ke rumah Allie. Kau sudah mengemasi barang yang akan kau bawa, kan ?”
“Tenang saja aku sudah menyiapkannya sejak kemarin.”
“Baiklah ayo berangkat.”
          Ketika kami sampai di rumah Allie disana sudah terlihat Allie dan Daryl sedang duduk, sepertinya mereka sudah menunggu kami cukup lama.
“Hai Sean Maddy akhirnya kalian datang juga.”
“Maaf membuat kalian menunggu lama.”
“Pasti Sean telat menjemputmu ya..”
“Kenapa jadi aku sih, kan yang membuat kami telat karena Miss Maddison kita ini menghabiskan waktu setengah jam sendiri hanya untuk mandi.”
“Baiklah kalau sudah berkumpul semua ayo kita berangkat perjalanannya kan cukup jauh.”
“Ayo Maddy kau naik mobilku.”
“Ehm..Kurasa aku naik mobil Daryl saja ya.”
“Tapi..Kau...Terserahlah ayo Allie kita berangkat.” Sean pergi meninggalkanku dan Daryl dengan mengajak Allie ikut dengannya
          Sean sepertinya marah karena aku menolak ikut dengannya, kini hanya tinggal aku dan Daryl. Tapi kenapa setelah melihat Sean menggandeng tangan Allie aku merasa menyesal telah menolaknya.
“Kau tidak apa-apa Maddy ?”
“Apa..? O iya ayo kita berangkat.” Akhirnya aku naik mobil Daryl sedangkan Sean dan Allie...Mereka pergi bersama
          Sepanjang perjalanan aku hanya diam, entahlah sedari tadi pikiranku hanya tertuju pada Sean bahkan aku tidak tahu apa saja yang dikatakan Daryl padaku.
Hallo...Are you still in here Maddy ?”
“Maaf..aku sedang tidak konsen sekarang.”
“Kenapa tadi kau tidak ikut dengan Sean saja, bukankah sekarang kau menyesal.”
“A..Aku.” Belum sempat aku menjawabnya Daryl sudah memotong perkataanku
“Kau suka pada Sean kan ?”
“....”
“Kalau kau suka padanya kenapa kau menyembunyikan perasaanmu ?”
“Karena...dia tidak menyukaiku. Aku tidak ingin perasaanku ini malah menghancurkan persahabatanku dengan Sean.”
“Bagaimana kau tahu jika dia tidak menyukaimu ?”
“Karena sudah ada yang disukainya...Bisakah kita tidak membicarakan hal ini sekarang.”
“Baiklah, tapi kusarankan jika kau harus mengatakan perasaanmu pada Sean secepatnya.”
“Entahlah..”
          Aku terus menerus memikirkan kalimat yang diucapkan Daryl, apakah aku harus mencoba mengatakan perasaanku yang sebenarnya kepada Sean tapi aku belum cukup berani untuk hal itu.
          Perjalanan yang panjang dan melelahkan perlahan membawaku masuk ke dalam alam mimpi..
          Samar-samar terdengar nyanyian burung yang saling bersahutan, dengan perlahan ku mencoba membuka mataku. Setelah kesadaranku sedikit demi sedikit mulai terkumpul aku dapat melihat hamparan padang rumput yang tertutup oleh salju yang bersinar, dimana-mana terdapat bunga snowdrop yang membuat lembah ini seperti karpet yang berwarna hijau dan putih. Aku merasa jika aku belum terbangun dari sebuah mimpi indah yang penuh keajaiban.
          Tapi setelah kesadaranku terkumpul semua, betapa terkejutnya aku bagaimana aku dapat tertidur disini ? Terakhir kali aku masih berada di mobil Daryl dan sekarang aku mendapati diriku tertidur di bawah sebuah pohon oak tua dengan tas-tas yang bertumpuk di sebelahku.
“Kau sudah bangun..?” Tiba-tiba Sean datang menghampiriku
“Sean...dimana Allie dan Daryl ?”
“Kami sedang membuat tenda di balik bukit sana, lebih baik kau membantu jangan tidur saja !”
“Baik..!” Sean segera berjalan mendahuluiku aku pun mengikutinya dengan membawa tas-tas milik kami. Tapi sejurus kemudian dia berbalik ke arahku
“Tas-tas itu tinggal saja, cepatlah sedikit.”
“Iya..iya.” Kenapa dia jadi menyebalkan sekali sih, jangan-jangan dia masih marah denganku
          Di balik bukit sudah terlihat Daryl dan Allie yang sedang mendirikan tenda, sekarang aku tahu kenapa mereka lebih memilih mendirikan tenda disini ketimbang di tempat aku tidur tadi. Pemandangan disini dua kali lebih indah dengan dereten gunung yang nampak sedang menari beriringan.
“Maddy kau sudah bangun rupanya..!”
“Maaf tadi aku tidur lama sekali ya. Sekarang apa yang bisa kubantu ?”
“Emm..mungkin kau bisa mencarikan kami beberapa ranting untuk membuat api unggun.”
“Hey, yang benar saja. Kalian menyuruh dia yang mencari ranting.”
“Kenapa Sean, kau khawatir terjadi sesuatu pada Maddy ?”
“Bu..bukan begitu, hanya saja aku takut dia tidak bisa mengerjakan hal tersebut dengan benar.”
“Aku bisa melakukannya dengan benar. Lihat saja nanti..”
          Aku segera melangkahkan kakiku menuju ke dalam hutan. Huh..memang Sean pikir siapa dia seenaknya saja merendahkan orang lain. Aku tak habis pikir bagaimana dia bisa marah sekali seperti itu, akan kutunjukkan padanya jika semua dugaannya itu salah.
          Tanpa sadar aku sudah berada di dalam kegelapan hutan cahaya matahari hampir tidak dapat masuk karena terhalang rimbunnya dedaunan. Hawa dingin dan menakutkan mulai menjalari tubuhku, bodoh sekali aku pergi berlibur ke gunung tanpa membawa jaket yang tebal. Sudahlah, yang penting sekarang mencari ranting untuk api unggun nanti malam.

10. Worried about You

I love you. But i can't tell you that
 

I really love you.
But I can’t show my love to you
          Sudah hampir  tiga jam dia pergi, apa mencari kayu bakar saja memerlukan waktu sebanyak ini ? Aku tahu jika tadi aku memang sangat kelewatan padanya, tapi entah kenapa aku bisa marah sekali saat dia lebih memilih Daryl ketimbang aku. Bagaimana mungkin seorang Maddison saja dapat membuatku marah, tertawa, khawatir, menangis, dan putus asa dalam satu waktu sekaligus.
“Kupikir aku akan mencarinya sekali lagi ke dalam hutan.”
“Aku ikut denganmu Sean !”
“Tidak Allie kau disini saja, biar aku dan Sean yang mencarinya.”
“Tapi bagaimana jika terjadi sesuatu pada Maddy, aku akan menjadi sahabat terburuk baginya jika aku masih tetap duduk santai disini sedangkan dia tersesat entah dimana..”
“Daryl benar Allie, kau pikir bisa fokus mencari Maddy dengan air mata berlelehan seperti itu. Biar aku sendiri yang mencarinya. Daryl lebih baik kau ada disini untuk menjaga Allie.”
“Cepalah kembali dengan membawa Maddison bersamamu.”
A several hours before…
          Bagaimana ini aku tidak tahu ada dimana sekarang, yang dapat kulihat hanya pohon-pohon cypress yang sama seperti yang kulihat satu jam lalu. Aku mulai kehillangan arah sejak memulai penjelajahan kecil ini.
          Sebelum semua ini terjadi aku masih mengumpulkan kayu bakar kemudian entah mengapa aku tertarik untuk memasuki hutan lebih dalam dan membiarkan diriku lebih dekat dengan alam, tetapi semakin jauh aku memasuki hutan semakin jauh pula aku meninggalkan teman-temanku. Sekarang apa yang harus kulakukan ? Tanpa arah, tanpa tujuan, dan tanpa seorang pun menemani…Aku takut
***
          Kulirik jam tanganku, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore tapi aku belum juga menemukan Maddison. Udara di sekelilingku semakin bertambah dingin meski aku sudah memakai mantel yang cukup tebal. Aku harus menemukannya sebelum hari gelap, karena siapapun dapat mati membeku di udara sedingin ini.
          Ketika aku hampir putus asa aku melihat seseorang yang berada hanya sekitar 4-5 meter di depanku. Kupercepat langkah kakiku setengah berlari, dan benar seperti yang kuduga orang itu adalah Maddy hanya saja dengan wajah yang sangat pucat karena kedinginan.
“Maddy apa kau baik-baik saja” Tapi dia hanya menjawab pertanyaanku dengan isakan kecil dan air mata
“Sean apa itu kau..?”
“Kau dingin sekali Maddy.”
“A..aku takut Sean.”
“Tenang saja sekarang kau aman bersamaku.”
          Aku segera membawa Maddison ke rumah sakit tubuhnya terlihat sangat rapuh saat ini. Sepanjang perjalanan aku hanya dapat menyesali perbuatanku padanya bagaimana aku dapat sekejam itu kepada gadis yang sangat ku cintai.
         Tapi sekarang penyesalan itu tidak ada artinya, karena kini Maddy masih terbaring lemah dan masih belum sadar. Yang dapat kulakukan hanya menunggu dan berdoa untuk kesembuhannya.
“Sean bagaimana keadaan Maddy ?”
“Dia masih belum sadar. A..aku akan keluar sebentar.”
“Kau mau kemana Sean ? Sean tunggu..!”
          Aku langsung pergi meninggalkan Daryl dan Allie sebelum sempat menjawab pertanyaan mereka. Aku harus keluar sekarang juga, berada di rumah sakit dan berada dekat dengan Maddison hanya membuatku semakin sedih dan menyesal.

11. Au Revoir

 I will try to forget you even though I know it must be difficult

 

I’m always tryin’ to forget you, but why you always crossed in my mine. Maybe to forget you is not an easy like I thought
          Perlahan tapi pasti aku mencoba untuk membuka mataku, rasanya sulit sekali jika kau harus terbangun setelah sekian lama tertidur. Semuanya tampak putih dengan selang-selang infus yang bergelantung dimana-mana, bau obat yang tersebar di seluruh ruangan segera menyambut indera penciumanku.
          Terakhir kali yang kuingat hanyalah dua tangan kokoh yang memelukku saat kupikir aku akan mati. Dan sekarang aku melihat diriku sendiri sedang berbaring tak berdaya di rumah sakit.
“Maddy kau sudah bangun..? Ya Tuhan aku sangat bersyukur dapat melihatmu sehat kembali.”
“Allie..apa yang terjadi ?”
“Kau tahu kau sudah pingsan selama dua hari, membuat teman-temanmu khawatir, dan..dan sekarang aku sangat-sangat merindukanmu.” Tak disangka, Allie segera memelukku dengan sangat erat hingga aku hampir kehabisan napas
“Aww..Allie apa kau sengaja ingin membunuhku.”
Ups sorry..Aku hanya terlalu gembira.”
“Dimana Sean dan Daryl..?”
“Daryl baru saja pulang ke rumah, dan Sean entahlah…katanya dia akan pergi sebentar.”
“Ohh..begitu.”
“Baiklah Maddy sekarang kau istirahat lagi saja. Kau perlu banyak tenaga untuk sembuh total, aku pulang dulu..”
“Kau ingin pulang ? Tapi siapa yang akan menemaniku, aku takut disini sendiri.”
“Kau tidak perlu takut, Sean akan menemanimu disini.”
“Sean..?”
“Ya, dia sepertinya merasa sangat bersalah padamu atas kejadian ini. Bahkan, dia selalu disini sejak tiga hari yang lalu !”
“Tapi mana mungkin dia..”
          Pintu pun terbuka memotong pembicaraan kami. Di ambang pintu sudah terlihat Sean dengan tampilan yang sangat berbeda dari biasanya. Dia tampak kurus dan sangat kelelahan, bahkan rambut yang biasa dia sisir rapi sekarang tampak sangat berantakan, intinya dia sangat menyedihkan.
“Allie apa yang kau lakukan disini..dan Maddy kau sudah sadar..”
“Hai Sean, Maddy aku pulang dulu ya..Bye.”
“Ta..tapi Allie tunggu.”
           Allie langsung keluar dari ruanganku dan meninggalkan aku sendiri dengan Sean. Aku merasa sedikit risih dengan situasi ini dan dengan bodohnya aku menarik selimutku hingga menutupi kepala saat Sean berjalan kearahku. Malu rasanya berhadapan dengan Sean sekarang.
“Apa kau sudah merasa baikan ?”
“A..aku baik-baik saja. Kau boleh pulang kalau kau mau.” Kenapa aku berbicara seperti itu seperti aku mengharapkan kehadirannya di sisiku
“Tidak..aku tidak akan pulang.”
Tiba-tiba tangan Sean menarik selimutku hingga memperlihatkan wajahku yang memerah malu
“Suhu tubuhmu sudah kembali normal.” Katanya sambil memegang keningku. Sentuhan tangannya seakan menyetrumku, sontak aku bangkit terduduk di kasur.
“Kurasa sebaiknya kau pulang saja sekarang.” Aku tidak tahan jika harus berlama-lama dengannya
“Jahat sekali kau. Setelah susah payah menolongmu hanya kata usiran yang ku dapat.”
“Ka..kau yang menolongku..?”
“Sudahlah lupakan saja ucapanku. Aku akan pulang sekarang juga, aku tidak akan mengganggumu lagi.”
Sean tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya dan mulai berjalan ke pintu, tiba-tiba saja aku merasa tidak ingin dia pergi
“Tunggu, apa kau benar-benar akan pergi..?!”
“Bukankah kau yang menyuruhku untuk pergi ?”
“A..aku berubah pikiran sekarang. Aku ingin kau tetap disini. Ka..kau mau kan ?”
“Baiklah..tapi untuk malam ini saja ya.”
“Ya..”
          Malam itu Sean tetap ada di sampingku begitu pula malam berikutnya. Dia memang mengatakan akan menjagaku untuk satu malam saja, tapi setiap aku menyuruhnya untuk pulang dia hanya mengatakan jika dia akan menjagaku untuk satu malam lagi.
          Hingga malam kelima aku di rumah sakit, malam terakhirku disini sebelum aku dinyatakan oleh dokter sembuh total. Aku sangat gembira karena besok aku sudah dapat menjalani kegiatanku sehari-hari…dan tanpa kehadiran Sean disisiku. Tapi kenapa sulit sekali membayangkan harus menjalani hari tanpa melihat laki-laki itu.
        Sudah seminggu, sebulan, dua bulan dan aku hampir tidak pernah melihatnya lagi. Kami hanya bertemu dua atau tiga kali di rumah Allie itu pun hanya bertegur sapa seperti teman pada umumnya. Kami sibuk dengan urusan  masing-masing.
        Hingga akhirnya aku harus pergi ke Jerman sebagai wakil sekolahku dalam pertukaran pelajar. Hal ini berarti aku tidak akan pernah melihat Sean lagi, mungkin ini baik juga untukku dengan tidak bertemu dengannya akan lebih mudah bagiku untuk melupakannya.
“Kau sudah merapikan semuanya Maddy ?”
“Ya, tinggal beberapa pakaian lagi.”
“Jadi, apa kau benar-benar akan pergi ke Jerman, bisakah kau memikirkannya sekali lagi…?”
“Aku sudah memikirkannya berulang kali Celine. Sekarang tekadku sudah bulat aku akan tetap pergi ke Jerman.”
“Tapi, bagaimana dengan teman-temanmu disini ? Allie, Daryl, aku, dan… Sean ?”
“Hey aku pergi ke Jerman bukan untuk main-main, aku kesana untuk mengikuti program pertukaran pelajar.”
“Ya aku tahu…jadi, kapan kau akan kembali ?”
“Entahlah, program ini hanya berjalan sekitar satu semester. Jadi, mungkin aku akan pulang saat liburan musim panas.”
“Pasti akan terasa lama sekali sebelum waktu itu tiba.”
“Ya pasti lama sekali…”
        Pesawatku akan berangkat satu jam lagi, satu jam terakhirku di Paris sebelum libur musim panas tahun ini. Semua temanku ada disini untuk melepas kepergianku, ya hampir semua Sean tidak datang kali ini. Sebenarnya aku sedikit kecewa dia yang paling kutunggu malah tidak datang, apa dia benar-benar sudah melupakan aku.
“Maddy kami akan sangat merindukanmu.”
“Ingat ya,  kau wajib memberitahu keadaanmu kepada kami selama di Jerman nanti.”
“Teman-teman aku akan merindukan kalian semua, ketemu lagi saat libur musim panas !”
Bye, Maddy we’ll miss you !”
        Aku akan sangat merindukan Paris, kotanya, makanannya, orang-orangnya, terlebih lagi aku tahu jika ada teman-teman yang selalu menungguku disini. Au Revoir Paris