8. Allie’s Plan
If you asked me how many times you’ve
crossed my mine.
I’d say once because you never really left
Setelah melakukan perjalanan sekitar dua puluh
menit akhirnya kami sampai juga di depan sebuah rumah mungil yang terdapat di
tepi sebuah danau.
“Apa
ini rumah Allie ?”
“Ya,
selama di Paris dia tinggal di rumah ini”
Kami berjalan menuju halaman belakang
rumah, disana sudah terlihat Allie sedang duduk menunggu. Setelah melihat kami
berdua Allie langsung bangkit dan menyambut kedatangan kami, tapi kenapa
setelah melihatku ekspresi wajahnya tampak aneh, seharusnya aku tidak perlu
kesini.
“Sean
akhirnya kau datang, dan Maddy kau juga disini.”
“Ya,
kebetulan tadi aku sedang berada di rumah Sean dan dia mengajakku kesini.”
“Ada
apa kau memintaku datang kesini ?”
“Jadi
Sean besok aku ingin melakukan kegiatan camping
di Mont Blanc. Tadinya hal ini akan menjadi pesta kejutan untuk menyambutmu
Maddy, tapi sekarang kau sudah tahu. Bagaimana menurut kalian ?” Sebenarnya aku
tahu jika Allie mengatakan hal itu hanya untuk berbasa-basi denganku
“Benar
juga ! itu ide yang bagus. Kalau Maddy ikut aku juga ikut.”
“Jadi
bagaimana Maddy kau setuju ?”
“Okay up to you, Guys.”
“Kalau
begitu aku juga akan menelpon Daryl untuk mengajaknya ikut dengan kita.”
“Daryl...Haruskah
dia juga ikut ?”
“Of course Sean, bukankah akan lebih seru jika berempat.”
“Hello Daryl..It’s me.” Allie menelpon
Daryl dan beranjak pergi meninggalkan aku dan Sean.
Untuk beberapa saat aku hanya dapat
berdiam diri dan mengarahkan pandanganku ke arah danau yang tampak jelas
terlihat dari tempat duduk kami. Entah mengapa aku merasa jika mata Sean saat
ini sedang tertuju ke arahku tapi aku tidak berani untuk memastikan hal itu,
kenapa Allie tidak kembali-kembali membuatku semakin pusing dengan apa yang ada
di pikiranku.
“Kenapa
kau selalu terlihat cantik di mataku ?” Sean memecahkan lamunanku dengan
pertanyaannya yang langsung membuat pipiku bersemu merah
“A..Apa
maksudmu ?”
“Nothing..” Jawab Sean sambil tertawa
geli
Dari
dalam rumah Allie menuju ke arah kami berdua sambil membawakan lemonade
yang segar
“Maaf
membuat kalian menunggu lama..”
“Apa
menelpon Daryl memerlukan waktu lebih dari 10 menit ?”
“Ayolah,
Maddy. Aku kan juga harus membuat lemonade untuk kalian.”
“Jadi
bagaimana apa Daryl setuju ?”
“Tentu
saja, mana mungkin dia menolak.”
“Baguslah..”
“Kenapa
kau bilang baguslah, apa kau sangat mengharapkan kehadiran Daryl ?” Sean
mengomentari jawabanku dengan nada sinis
“Maybe yes..Maybe no. Itu juga bukan
urusanmu.”
“Sudahlah
teman-teman, ayo minum lemonade buatanku dijamin enak !”
“Kalau
kau yang membuat kenapa aku agak ragu ya, Allie ?”
“Kau
benar-benar menjamin jika lemonade ini
enak kan.”
“Huh..Kalian
ini bisa saja.”
Kami
bertiga bercerita dan bersenda gurau hingga lupa waktu, jam sudah menunjukkan
pukul lima sore
“Wah
sudah sore, aku pulang dulu ya Allie.”
“Kau
tidak mau makan malam dulu disini ?”
“Tidak
perlu repot-repot, mungkin lain kali saja makan malamnya.”
“Kalau
begitu kau akan kuantar, Allie kami pulang dulu ya.”
“Baiklah,
hati-hati di jalan.”
Ternyata Sean malah ikut pulang
denganku, sebenarnya aku merasa tidak enak dengan Allie tapi Sean langsung
keluar mendahuluiku dan mau tidak mau aku mengikutinya dari belakang.
“Kenapa
kau juga ikut-ikutan pulang, bagaimana dengan Allie ?” Tanyaku setelah kami
berdua sudah menaiki mobil
“Aku
tidak akan membiarkanmu pulang sendiri.”
“Jadi,
jika aku setuju untuk makan malam apa kau juga akan ikut ?”
“Maybe yes...Maybe no. Apa aku harus
memberitahumu ?”
“Jadi,
kau membalasku sekarang ?!”
“Maybe yes...Maybe no.”
“Kau
ini...Huh menyebalkan.”
“Hahaha sorry i’m just kidding, why your face
look so cute when angry.”
Cute...Kenapa setelah mendengar kata itu keluar
dari mulut Sean aku merasa gembira bahkan wajahku ikut bersemu merah. Semoga
Sean tidak menyadari hal itu, kalau dia tahu...
“Maddy
apa kau baik-baik saja, apa aku salah bicara ya.”
“Oh,
maaf aku sedang melamun tadi.”
“Kau
memikirkanku ya ?”
“Mana
mungkin, lebih baik mikirin apa yang akan kubawa besok untuk camping.”
“Iya..iya,
setidaknya aku boleh sedikit berharap kan ?”
Belum sempat aku menanyakan tentang
apa yang barusan dikatakan Sean kami sudah sampai di depan flatku, setelah
mengucapkan selamat tinggal Sean pun pergi. Aku menunggu mobilnya hingga
menghilang di tikungan jalan baru aku masuk ke dalam.
Tapi, apa maksud Sean tadi ? Dia
bilang kalau dia boleh berharap jika aku memikirkannya. Apa dia juga menyukaiku
? Tapi jika dia menyukaiku kenapa dia terlihat sangat dekat dengan Allie.
Sudahlah, lebih baik aku tidur daripada memikirkan hal yang membingungkan ini,
belum ada sepuluh menit di atas kasur aku sudah melayang entah kemana.
9. The
Expression of Love
Pagi ini
terasa dingin sekali aku menarik selimutku hingga menutupi dagu, jam baru
menunjukkan pukul enam pagi masih ada sekitar dua sampai tiga jam sebelum
keberangkatan kami berempat ke Mont Blanc. Kurasa saat ini aku masih ingin
bermalas-malasan. Belum ada lima menit mataku kembali terpejam
Kringg...kriingg, suara apa itu
pertamanya aku tidak begitu mempedulikannya tapi kemudian..Kriinngg..krriinngg
huh menggangu sekali sih. Tanganku berusaha mencari benda sialan itu, ternyata
yang berbunyi adalah handphoneku tapi siapa yang menelpon.
“Hello, who’s there ?”
“Akhirnya
kau angkat juga, it’s me Sean.”
“Sean..?
Bagaimana kau tahu nomorku ?”
“Sudahlah,
sekarang bisakah kau bukakan pintumu terlebih dahulu.”
“Okay wait a second.”
Aku segera turun dari kasur dan
berjalan menuju pintu flatku setelah kubuka..Ups ternyata Sean sudah ada disana
dan dia terlihat marah juga sebal.
“Ehm..Hai
Sean, apa kau sudah lama menunggu di luar ?”
“Menurutmu..?”
“Lebih
baik kau masuklah dulu.” Aku segera mempersilakannya masuk. Oh my Gosh..Kenapa dia harus datang sekarang
sih
“Apa
saja yang kau lakukan tadi ? Aku sudah menekan bel, mengetuk pintu, bahkan
berulang kali menelponmu tapi tidak ada respon juga.”
“Maaf
aku masih tidur tadi, lalu telpon darimu membangunkanku tahukah kau betapa
sulitnya bangun dari tempat tidur bahkan aku belum sempat...”
Aku tiba-tiba tersadar dengan
penampilanku sekarang, dengan rambut dan wajah yang tidak karuan bentuknya,
bahkan aku masih mengenakan baju tidurku. Betapa malunya..
“Sean
tunggu sebentar ya...Ehm aku akan mandi sebentar.”
Sebelum Sean menjawabnya aku segera
berlari menuju kamar mandi. Tanpa berlama-lama aku segera mandi dan berganti
pakaian, kemudian memberikan sedikit sentuhan manis kepada rambut coklatku yang
sengaja kugerai. Tapi pada akhirnya aku juga memerlukan waktu dua puluh menit
untuk keluar dari kamar mandi. Aku menarik nafas panjang sebelum menjumpai
Sean, apa dia akan menganggapku cantik.
“Sean..Maaf
membuatmu menunggu lama.” Sekarang aku menyesal telah memilih memakai sweater dengan jeans, seharusnya tadi aku memilih skirt yang pasti dapat membuatku tampak lebih manis.
“Tidak
apa-apa...Sampai mana kita tadi ? O iya tentang kau yang masih tertidur, apa
kau lupa jika kita akan pergi hari ini ?”
“Bukan
begitu, aku masih ingat tentang rencana kita. Tapi kupikir waktu keberangkatan
kita masih lama lihat saja sekarang masih pukul setengah Sembilan bukankah
kita berangkat pukul sepuluh ?”
“Tapi
kan...”
“Tunggu
dulu kau juga dapat nomorku darimana ? Terus kenapa kau ke flatku pagi-pagi
sekali ?”
“A..Aku
dapat nomormu dari Celine, dan awalnya tadi pagi aku ingin mengajakmu sarapan
dulu sebelum berangkat. Tapi kau malah masih tidur.”
“Itu
kan salahmu sendiri, kenapa kau datang terlalu pagi.”
“Kenapa
jadi aku yang salah ? Huh sudahlah sebaiknya sekarang kita segera berangkat ke
rumah Allie. Kau sudah mengemasi barang yang akan kau bawa, kan ?”
“Tenang
saja aku sudah menyiapkannya sejak kemarin.”
“Baiklah
ayo berangkat.”
Ketika kami sampai di rumah Allie
disana sudah terlihat Allie dan Daryl sedang duduk, sepertinya mereka sudah
menunggu kami cukup lama.
“Hai
Sean Maddy akhirnya kalian datang juga.”
“Maaf
membuat kalian menunggu lama.”
“Pasti
Sean telat menjemputmu ya..”
“Kenapa
jadi aku sih, kan yang membuat kami telat karena Miss Maddison kita ini
menghabiskan waktu setengah jam sendiri hanya untuk mandi.”
“Baiklah
kalau sudah berkumpul semua ayo kita berangkat perjalanannya kan cukup jauh.”
“Ayo
Maddy kau naik mobilku.”
“Ehm..Kurasa
aku naik mobil Daryl saja ya.”
“Tapi..Kau...Terserahlah
ayo Allie kita berangkat.” Sean pergi meninggalkanku dan Daryl dengan mengajak
Allie ikut dengannya
Sean sepertinya marah karena aku
menolak ikut dengannya, kini hanya tinggal aku dan Daryl. Tapi kenapa setelah
melihat Sean menggandeng tangan Allie aku merasa menyesal telah menolaknya.
“Kau
tidak apa-apa Maddy ?”
“Apa..?
O iya ayo kita berangkat.” Akhirnya aku naik mobil Daryl sedangkan Sean dan
Allie...Mereka pergi bersama
Sepanjang perjalanan aku hanya diam,
entahlah sedari tadi pikiranku hanya tertuju pada Sean bahkan aku tidak tahu
apa saja yang dikatakan Daryl padaku.
“Hallo...Are you still in here Maddy ?”
“Maaf..aku
sedang tidak konsen sekarang.”
“Kenapa
tadi kau tidak ikut dengan Sean saja, bukankah sekarang kau menyesal.”
“A..Aku.”
Belum sempat aku menjawabnya Daryl sudah memotong perkataanku
“Kau
suka pada Sean kan ?”
“....”
“Kalau
kau suka padanya kenapa kau menyembunyikan perasaanmu ?”
“Karena...dia
tidak menyukaiku. Aku tidak ingin perasaanku ini malah menghancurkan
persahabatanku dengan Sean.”
“Bagaimana
kau tahu jika dia tidak menyukaimu ?”
“Karena
sudah ada yang disukainya...Bisakah kita tidak membicarakan hal ini sekarang.”
“Baiklah,
tapi kusarankan jika kau harus mengatakan perasaanmu pada Sean secepatnya.”
“Entahlah..”
Aku terus menerus memikirkan kalimat yang
diucapkan Daryl, apakah aku harus mencoba mengatakan perasaanku yang sebenarnya
kepada Sean tapi aku belum cukup berani untuk hal itu.
Perjalanan yang panjang dan
melelahkan perlahan membawaku masuk ke dalam alam mimpi..
Samar-samar terdengar nyanyian burung
yang saling bersahutan, dengan perlahan ku mencoba membuka mataku. Setelah
kesadaranku sedikit demi sedikit mulai terkumpul aku dapat melihat hamparan
padang rumput yang tertutup oleh salju yang bersinar, dimana-mana terdapat
bunga snowdrop yang membuat lembah ini seperti karpet yang berwarna hijau dan
putih. Aku merasa jika aku belum terbangun dari sebuah mimpi indah yang penuh
keajaiban.
Tapi setelah kesadaranku terkumpul
semua, betapa terkejutnya aku bagaimana aku dapat tertidur disini ? Terakhir
kali aku masih berada di mobil Daryl dan sekarang aku mendapati diriku tertidur
di bawah sebuah pohon oak tua dengan tas-tas yang bertumpuk di sebelahku.
“Kau
sudah bangun..?” Tiba-tiba Sean datang menghampiriku
“Sean...dimana
Allie dan Daryl ?”
“Kami
sedang membuat tenda di balik bukit sana, lebih baik kau membantu jangan tidur
saja !”
“Baik..!”
Sean segera berjalan mendahuluiku aku pun mengikutinya dengan membawa tas-tas
milik kami. Tapi sejurus kemudian dia berbalik ke arahku
“Tas-tas
itu tinggal saja, cepatlah sedikit.”
“Iya..iya.”
Kenapa dia jadi menyebalkan sekali sih, jangan-jangan dia masih marah denganku
Di balik bukit sudah terlihat Daryl
dan Allie yang sedang mendirikan tenda, sekarang aku tahu kenapa mereka lebih
memilih mendirikan tenda disini ketimbang di tempat aku tidur tadi. Pemandangan
disini dua kali lebih indah dengan dereten gunung yang nampak sedang menari
beriringan.
“Maddy
kau sudah bangun rupanya..!”
“Maaf
tadi aku tidur lama sekali ya. Sekarang apa yang bisa kubantu ?”
“Emm..mungkin
kau bisa mencarikan kami beberapa ranting untuk membuat api unggun.”
“Hey,
yang benar saja. Kalian menyuruh dia yang mencari ranting.”
“Kenapa
Sean, kau khawatir terjadi sesuatu pada Maddy ?”
“Bu..bukan
begitu, hanya saja aku takut dia tidak bisa mengerjakan hal tersebut dengan
benar.”
“Aku
bisa melakukannya dengan benar. Lihat saja nanti..”
Aku segera melangkahkan kakiku menuju
ke dalam hutan. Huh..memang Sean pikir siapa dia seenaknya saja merendahkan
orang lain. Aku tak habis pikir bagaimana dia bisa marah sekali seperti itu,
akan kutunjukkan padanya jika semua dugaannya itu salah.
Tanpa sadar aku sudah berada di dalam
kegelapan hutan cahaya matahari hampir tidak dapat masuk karena terhalang
rimbunnya dedaunan. Hawa dingin dan menakutkan mulai menjalari tubuhku, bodoh
sekali aku pergi berlibur ke gunung tanpa membawa jaket yang tebal. Sudahlah,
yang penting sekarang mencari ranting untuk api unggun nanti malam.
10. Worried about You
I love you. But i can't
tell you that
I really love you.
But I can’t show my love to
you
Sudah hampir
tiga jam dia pergi, apa mencari kayu bakar saja memerlukan waktu
sebanyak ini ? Aku tahu jika tadi aku memang sangat kelewatan padanya, tapi
entah kenapa aku bisa marah sekali saat dia lebih memilih Daryl ketimbang aku.
Bagaimana mungkin seorang Maddison saja dapat membuatku marah, tertawa,
khawatir, menangis, dan putus asa dalam satu waktu sekaligus.
“Kupikir
aku akan mencarinya sekali lagi ke dalam hutan.”
“Aku
ikut denganmu Sean !”
“Tidak
Allie kau disini saja, biar aku dan Sean yang mencarinya.”
“Tapi
bagaimana jika terjadi sesuatu pada Maddy, aku akan menjadi sahabat terburuk
baginya jika aku masih tetap duduk santai disini sedangkan dia tersesat entah
dimana..”
“Daryl
benar Allie, kau pikir bisa fokus mencari Maddy dengan air mata berlelehan
seperti itu. Biar aku sendiri yang mencarinya. Daryl lebih baik kau ada disini
untuk menjaga Allie.”
“Cepalah
kembali dengan membawa Maddison bersamamu.”
A several hours before…
Bagaimana ini aku tidak tahu ada
dimana sekarang, yang dapat kulihat hanya pohon-pohon cypress yang sama seperti yang kulihat satu jam lalu. Aku mulai
kehillangan arah sejak memulai penjelajahan kecil ini.
Sebelum semua ini terjadi aku masih
mengumpulkan kayu bakar kemudian entah mengapa aku tertarik untuk memasuki
hutan lebih dalam dan membiarkan diriku lebih dekat dengan alam, tetapi semakin
jauh aku memasuki hutan semakin jauh pula aku meninggalkan teman-temanku.
Sekarang apa yang harus kulakukan ? Tanpa arah, tanpa tujuan, dan tanpa seorang
pun menemani…Aku takut
***
Kulirik jam tanganku, waktu sudah
menunjukkan pukul lima sore tapi aku belum juga menemukan Maddison. Udara di
sekelilingku semakin bertambah dingin meski aku sudah memakai mantel yang cukup
tebal. Aku harus menemukannya sebelum hari gelap, karena siapapun dapat mati
membeku di udara sedingin ini.
Ketika aku hampir putus asa aku
melihat seseorang yang berada hanya sekitar 4-5 meter di depanku. Kupercepat
langkah kakiku setengah berlari, dan benar seperti yang kuduga orang itu adalah
Maddy hanya saja dengan wajah yang sangat pucat karena kedinginan.
“Maddy
apa kau baik-baik saja” Tapi dia hanya menjawab pertanyaanku dengan isakan
kecil dan air mata
“Sean
apa itu kau..?”
“Kau
dingin sekali Maddy.”
“A..aku
takut Sean.”
“Tenang
saja sekarang kau aman bersamaku.”
Aku segera membawa Maddison ke rumah
sakit tubuhnya terlihat sangat rapuh saat ini. Sepanjang perjalanan aku hanya
dapat menyesali perbuatanku padanya bagaimana aku dapat sekejam itu kepada
gadis yang sangat ku cintai.
Tapi sekarang penyesalan itu tidak ada
artinya, karena kini Maddy masih terbaring lemah dan masih belum sadar. Yang
dapat kulakukan hanya menunggu dan berdoa untuk kesembuhannya.
“Sean
bagaimana keadaan Maddy ?”
“Dia
masih belum sadar. A..aku akan keluar sebentar.”
“Kau
mau kemana Sean ? Sean tunggu..!”
Aku langsung pergi meninggalkan Daryl
dan Allie sebelum sempat menjawab pertanyaan mereka. Aku harus keluar sekarang
juga, berada di rumah sakit dan berada dekat dengan Maddison hanya membuatku
semakin sedih dan menyesal.
11. Au Revoir
I will try to forget you even though I know it
must be difficult
I’m always tryin’ to forget you, but why you
always crossed in my mine. Maybe to forget you is not an easy like I thought
Perlahan tapi
pasti aku mencoba untuk membuka mataku, rasanya sulit sekali jika kau harus
terbangun setelah sekian lama tertidur. Semuanya tampak putih dengan
selang-selang infus yang bergelantung dimana-mana, bau obat yang tersebar di
seluruh ruangan segera menyambut indera penciumanku.
Terakhir kali yang kuingat hanyalah
dua tangan kokoh yang memelukku saat kupikir aku akan mati. Dan sekarang aku
melihat diriku sendiri sedang berbaring tak berdaya di rumah sakit.
“Maddy kau sudah bangun..? Ya Tuhan
aku sangat bersyukur dapat melihatmu sehat kembali.”
“Allie..apa yang terjadi ?”
“Kau tahu kau sudah pingsan selama
dua hari, membuat teman-temanmu khawatir, dan..dan sekarang aku sangat-sangat
merindukanmu.” Tak disangka, Allie segera memelukku dengan sangat erat hingga
aku hampir kehabisan napas
“Aww..Allie apa kau sengaja ingin
membunuhku.”
“Ups
sorry..Aku hanya terlalu gembira.”
“Dimana Sean dan Daryl..?”
“Daryl baru saja pulang ke rumah,
dan Sean entahlah…katanya dia akan pergi sebentar.”
“Ohh..begitu.”
“Baiklah Maddy sekarang kau
istirahat lagi saja. Kau perlu banyak tenaga untuk sembuh total, aku pulang
dulu..”
“Kau ingin pulang ? Tapi siapa yang
akan menemaniku, aku takut disini sendiri.”
“Kau tidak perlu takut, Sean akan menemanimu
disini.”
“Sean..?”
“Ya, dia sepertinya merasa sangat
bersalah padamu atas kejadian ini. Bahkan, dia selalu disini sejak tiga hari
yang lalu !”
“Tapi mana mungkin dia..”
Pintu pun terbuka memotong
pembicaraan kami. Di ambang pintu sudah terlihat Sean dengan tampilan yang
sangat berbeda dari biasanya. Dia tampak kurus dan sangat kelelahan, bahkan
rambut yang biasa dia sisir rapi sekarang tampak sangat berantakan, intinya dia
sangat menyedihkan.
“Allie apa yang kau lakukan
disini..dan Maddy kau sudah sadar..”
“Hai Sean, Maddy aku pulang dulu
ya..Bye.”
“Ta..tapi Allie tunggu.”
Allie langsung keluar dari ruanganku
dan meninggalkan aku sendiri dengan Sean. Aku merasa sedikit risih dengan
situasi ini dan dengan bodohnya aku menarik selimutku hingga menutupi kepala
saat Sean berjalan kearahku. Malu rasanya berhadapan dengan Sean sekarang.
“Apa kau sudah merasa baikan ?”
“A..aku baik-baik saja. Kau boleh
pulang kalau kau mau.” Kenapa aku berbicara seperti itu seperti aku
mengharapkan kehadirannya di sisiku
“Tidak..aku tidak akan pulang.”
Tiba-tiba
tangan Sean menarik selimutku hingga memperlihatkan
wajahku yang memerah malu
“Suhu tubuhmu
sudah kembali normal.” Katanya sambil memegang keningku. Sentuhan tangannya
seakan menyetrumku, sontak aku bangkit terduduk di kasur.
“Kurasa
sebaiknya kau pulang saja sekarang.” Aku tidak tahan jika harus berlama-lama
dengannya
“Jahat sekali
kau. Setelah susah payah menolongmu hanya kata usiran yang ku dapat.”
“Ka..kau yang
menolongku..?”
“Sudahlah
lupakan saja ucapanku. Aku akan pulang sekarang juga, aku tidak akan
mengganggumu lagi.”
Sean
tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya dan mulai berjalan ke pintu, tiba-tiba
saja aku merasa tidak ingin dia pergi
“Tunggu, apa
kau benar-benar akan pergi..?!”
“Bukankah kau
yang menyuruhku untuk pergi ?”
“A..aku
berubah pikiran sekarang. Aku ingin kau tetap disini. Ka..kau mau kan ?”
“Baiklah..tapi
untuk malam ini saja ya.”
“Ya..”
Malam itu Sean tetap ada di sampingku
begitu pula malam berikutnya. Dia memang mengatakan akan menjagaku untuk satu
malam saja, tapi setiap aku menyuruhnya untuk pulang dia hanya mengatakan jika
dia akan menjagaku untuk satu malam lagi.
Hingga malam kelima aku di rumah
sakit, malam terakhirku disini sebelum aku dinyatakan oleh dokter sembuh total.
Aku sangat gembira karena besok aku sudah dapat menjalani kegiatanku
sehari-hari…dan tanpa kehadiran Sean disisiku. Tapi kenapa sulit sekali
membayangkan harus menjalani hari tanpa melihat laki-laki itu.
Sudah seminggu, sebulan, dua bulan dan
aku hampir tidak pernah melihatnya lagi. Kami hanya bertemu dua atau tiga kali
di rumah Allie itu pun hanya bertegur sapa seperti teman pada umumnya. Kami
sibuk dengan urusan masing-masing.
Hingga akhirnya aku harus pergi ke
Jerman sebagai wakil sekolahku dalam pertukaran pelajar. Hal ini berarti aku
tidak akan pernah melihat Sean lagi, mungkin ini baik juga untukku dengan tidak
bertemu dengannya akan lebih mudah bagiku untuk melupakannya.
“Kau sudah
merapikan semuanya Maddy ?”
“Ya, tinggal
beberapa pakaian lagi.”
“Jadi, apa
kau benar-benar akan pergi ke Jerman, bisakah kau memikirkannya sekali lagi…?”
“Aku sudah
memikirkannya berulang kali Celine. Sekarang tekadku sudah bulat aku akan tetap
pergi ke Jerman.”
“Tapi, bagaimana
dengan teman-temanmu disini ? Allie, Daryl, aku, dan… Sean ?”
“Hey aku
pergi ke Jerman bukan untuk main-main, aku kesana untuk mengikuti program
pertukaran pelajar.”
“Ya aku
tahu…jadi, kapan kau akan kembali ?”
“Entahlah,
program ini hanya berjalan sekitar satu semester. Jadi, mungkin aku akan pulang
saat liburan musim panas.”
“Pasti akan
terasa lama sekali sebelum waktu itu tiba.”
“Ya pasti
lama sekali…”
Pesawatku akan berangkat satu jam lagi,
satu jam terakhirku di Paris sebelum libur musim panas tahun ini. Semua temanku
ada disini untuk melepas kepergianku, ya hampir semua Sean tidak datang kali
ini. Sebenarnya aku sedikit kecewa dia yang paling kutunggu malah tidak datang,
apa dia benar-benar sudah melupakan aku.
“Maddy kami
akan sangat merindukanmu.”
“Ingat
ya, kau wajib memberitahu keadaanmu
kepada kami selama di Jerman nanti.”
“Teman-teman
aku akan merindukan kalian semua, ketemu lagi saat libur musim panas !”
“Bye, Maddy we’ll miss you !”
Aku akan sangat merindukan Paris,
kotanya, makanannya, orang-orangnya, terlebih lagi aku tahu jika ada teman-teman
yang selalu menungguku disini. Au Revoir
Paris